Kader Gerindra Menolak Budi Arie, Dinamika Partai Mencuat

Kader Gerindra Menolak Budi Arie, Dinamika Partai Mencuat

Sejumlah kader Partai Gerindra di berbagai daerah menolak niatan Ketua Umum ProJo Budi Arie Setiadi yang ingin bergabung ke Partai Gerindra. Penolakan muncul di wilayah seperti Gresik, Blitar, Tulungagung, Sidoarjo, dan Pati.

Fenomena ini mengingatkan pada prinsip Leonardus Benyamin Moerdani: kesetiaan tidak sekadar menjilat, tetapi juga menjaga pemimpin dari potensi kesalahan yang dilakukan pihak oportunis. Menurut pengamat politik, sikap kader Gerindra mencerminkan upaya menjaga ideologi dan integritas partai.

Budi Arie sebelumnya menyatakan niatnya bergabung dengan Gerindra setelah merasa Presiden Prabowo Subianto memberi sinyal terbuka. Namun, konteks pernyataan Prabowo saat itu hanyalah basa-basi dalam komunikasi politik. Banyak pihak menilai langkah Budi Arie oportunistis, sejalan dengan sejarahnya sebagai politisi yang berpindah-pindah partai.

Fenomena “kutu loncat” ini bukan hal baru di politik Indonesia. Contohnya adalah kasus Ruhut Sitompul, Priyo Budi Santoso, dan Ferdinand Hutahean yang berpindah-pindah partai demi peluang politik. Praktik ini bisa menggerus kepercayaan publik terhadap partai dan menciptakan ketidakstabilan politik.

Partai dengan ideologi kuat seharusnya mampu menolak politisi oportunis demi menjaga loyalitas kader lama. Dalam kasus Budi Arie, Ketua DPP Gerindra Prasetyo Hadi menegaskan bahwa partainya belum memutuskan apakah akan menerima permohonan bergabung. Sikap arus bawah dan penolakan kader tentu menjadi pertimbangan penting bagi elite partai.

“Kekuatan aksi nyata sekecil apapun lebih berarti daripada seribu kata.” – Mendiang Prof Suhardi, salah satu pendiri Gerindra.

Dikutip dari kompas.com